RESUME IBNU
TAIMIYAH
“Pembaharu Salafi
& Dakwah Reformasi
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Pemikiran Modern
dalam Islam”
Disusun oleh : Kurniawan
NIM :1134030037
Kelas : MD – V A
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
JURUSAN MANAJEMEN
DAKWAH
UIN SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2015
Penulis : Syaikh DR. Said Abdul
Azhim
Penerjemah : Faisal Saleh,Lc. M.Si
Khoerul Amru Harahap, Lc. M. Hi
Editor : Muslich Taman, Lc
Pewajah Isi : Sucipto Ali
Pewajah Sampul : DEA Grafis
Cetakan : Pertama, Oktober 2005
Penerbit : PUSTAKA AL-KAUTSAR
Jln. Cipinang Muara
Raya No. 63 Jakarta Timur-13420 Telp.
(021)8507595,
8506702 fax. 85912403
Jumlah halaman :288 hlm
http :
//www.kautsar.co.id
RESUME
A. RIWAYAT
HIDUP IBN TAIMIYAH
a. Kelahiran
Ibn Taimiyah
Ahmad
bin Abdul Halim bin Taimiyah atau biasa dikenal dengan sebutan Ibn Taimiyah
lahir di Harran pada tanggal 22 Januari1263 M/10 Rabiul Awwal 661 H. Setelah
beberapa tahun tinggal di Harran, pada tahun 677 H Ibn Taimiyah beserta ayahnya
dan dua saudaranya pindah ke Damaskus, bertepatan dengan kedatangan Tartar di
Syam. Sejak kecil, Ibnu Taimiyah hidup dan dibesarkan di tengah-tengah para
ulamabesar. Karena itu, ia mempergunakan kesempatan itu untuk menuntut
ilmusepuas-puasnya dan menjadikan mereka sebagai 'ilmu berjalan.
Pada
umurnya yang ke-17, Ibnu Taimiyah sudah siap mengajar dan berfatwa,terutama
dalam bidang ilmu tafsir, ilmu ushul, dan semua ilmu-ilmu lain,baik
pokok-pokoknya maupun cabang-cabangnya. ''Ibnu Taimiyah mempunyaipengetahuan
yang sempurna mengenai rijalul hadis (mata rantai sanad,periwayat), ilmu
al-Jahru wa al-Ta'dil, thabaqat sanad, pengetahuan tentang hadis sahih dan
dhaif, dan lainnya,'' ujar Adz-Dzahabi.
Karena
penguasaan ilmunya yang sangat luas itu, ia pun banyak mendapat pujian dari
sejumlah ulama terkemuka. Antara lain, Al-Allamah As-Syaikh Al-Karamy
Al-Hambali dalam kitabnya Al-Kawakib Al-Darary, Al-Hafizh Al-Mizzy, Ibnu Daqiq
Al-Ied, Abu Hayyan An-Nahwy, Al-Hafizh Ibnu Sayyid An-Nas, Al-Hafizh
Az-Zamlakany, Al-Hafidh Adz-Dzahabi, dan ulama lainnya.
b.
Keluarga
Ibn Taimiyah
Ibn
Taimiyah lahir dari keluarga religius, ayahnya bernama Syihabuddin Abul Mahasin
Abdul Halim bin Taimiyah lahir di Harran pada tahun 627 H. Dalam kitabnya
At-Tarikh, Adz-Dzahabi menulis bahwa ayah Ibn Taimiyah belajar madzham Imam
Hambali dari ayahnya Tamiyah. Sambil belajar dia juga berfatwa dan berkarya.
Dia adalah seorang imam yang mumpuni, berwawasan luas, beragama kuat,
tawadhu’, bagus perilaku dan dermawan. Disana juga disebutkan bahwa dia adalah
imam yang besar, namun bak bintang yang tersembunyi oleh cahaya bulan dan
terangnya sinar matahari.
Ibu
Ibn Taimiyah adalah wanita yang hebat, dia bahkan juga ikut andil dalam jihad
anaknya. Dari penjara, Ibn Taimiyah selalu mengirimkan surat kepada ibunya yang
berisikan kasih sayang. Ibu Ibn Taimiyah pernah menemui raja An-Nashir yang
atas perintahnya Ibn Taimiyah dipenjara selama beberapa tahun. Dia pernah
memohon kepada raja An-Nashir agar anaknya dibebaskan, namun pemohonannya itu
diindahkan sehingga anaknya kembali dipenjarakan.
Syaikhul
Islam Majduddin Abul Barakat Abdussalam bin Abdullah bin Taimiyah Al-Harrani
merupakan nama lengkap dari kakek Ibn Taimiyah. Lahir di Harran pada tahun 590
H. Dia adalah seorang ahli fiqih Madzhab Hambali, imam, ahli hadis, ahli
tafsir, ahli ushul juga ahli nahwu. Dia juga termasuk salah satu al-hafizh
(penghafal al-Qur’an) yang terkemuka.
c.
Kepribadian
Ibn Taimiyah
Diantara
sifat-sifat yang dimiliki oleh Ibn Taimiyah adalah zuhud, dermawan, pemaaf,
tawadhu’, serius mengikuti as-sunnah, pemberani. Dia adalah orang yang keras
pendiriannya dan teguh berpijak pada garis-garis yang telah ditentukan Allah,
mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Ia pernah
berkata: ”Jika dibenakku sedang berfikir suatu masalah, sedangkan hal itu
merupakan masalah yang muskil bagiku, maka aku akan beristighfar seribu kali
atau lebih atau kurang. Sampai dadaku menjadi lapang dan masalah itu
terpecahkan. Hal itu aku lakukan baik di pasar, di masjid atau di madrasah.
Semuanya tidak menghalangiku untuk berdzikir dan beristighfar hingga terpenuhi
cita-citaku.”
d.
Pendidikan
dan karya Ibn Taimiyah
Di
Damaskus ia belajar pada banyak guru, dan memperoleh berbagai macam ilmu
diantaranya ilmu hitung (matematika), khat (ilmu tulis menulis Arab), nahwu,
ushul fiqih. Ia dikaruniai kemampuan mudah hafal dan sukar lupa. Hingga dalam
usia muda, ia telah hafal Al-Qur'an. Kemampuannya dalam menuntut ilmu mulai
terlihat pada usia 17 tahun. Dan usia 19, ia telah memberi fatwa dalam masalah
masalah keagamaan.
Ibnu
Taymiyyah amat menguasai ilmu rijalul hadits (perawi hadits) yang berguna dalam
menelusuri Hadits dari periwayat atau pembawanya dan Fununul hadits
(macam-macam hadits) baik yang lemah, cacat atau shahih. Ia memahami semua
hadits yang termuat dalam Kutubus Sittah dan Al-Musnad. Dalam mengemukakan
ayat-ayat sebagai hujjah (dalil), ia memiliki kehebatan yang luar biasa,
sehingga mampu mengemukakan kesalahan dan kelemahan para mufassir atau ahli
tafsir. Tiap malam ia menulis tafsir, fiqh, ilmu 'ushul sambil mengomentari para
filusuf.
Sehari
semalam ia mampu menulis empat buah kurrosah (buku kecil) yang memuat berbagai
pendapatnya dalam bidang syari'ah. Ibnul Wardi menuturkan dalam Tarikh Ibnul
Wardi bahwa karangannya mencapai lima ratus judul. Karya-karyanya yang terkenal
adalah Majmu' Fatawa yang berisi masalah fatwa fatwa dalam agama Islam.
B.
Perjalanan Intelektual Ibnu Taimiyyah
Sejak
kecil, Ibnu Taimiyyah memulai belajarnya dengan mendalami al-Qur’an dan
hadith kepada sang ayah. Karena adanya serangan pasukan Tatar ke negerinya Syam
(Syiria), ia dan keluarganya pindah ke Damaskus. Kota ini termasuk salah satu
pusat ilmu tebesar pada masa itu. Ibnu Taimiyyah seorang anak yang cerdik,
hari-harinya ia sibukkan untuk belajar. Ibnu Wardi mengatakan bahwa setelah ia
mengusai ilmu khot, hisa>b (hitung), dan hafalan qur’an,
dengan segera ia mempelajari ilmu fiqih dan bahasa arab sampai ia pun unggul
dalam ilmu nahwu. Setelah itu, ia bergegas mempelajari ilmu tafsir secara
keseluruhan sampai selesai. Kemudian ia melanjutkan ke ilmu ushul fiqh. Semua
itu dilakukan oleh anak usia sekitar 10 tahun. Dengan kecerdasan dan
ketekunannya ia mampu mendalami berbagai macam ilmu agama,termasuk ilmu kalam
dan filsafat dalam usia 19 tahun. Dan ia telah dipercaya untuk mengeluarkan fatwa.
Ketika menginjak usia 21 tahun, ia menggantikan kedudukan ayahnya yang telah
meninggal sebagai seorang ulama’ dan hakim. Demikian Ibnu Taimiyyah tumbuh
menjadi ulama’ besar terkemuka dan berpandangan luas. Keulamaannya mencakup
seluruh kajian keislaman sehingga pantas mendapat gelar Syaikhul Islam. Pada
usia 30 tahun, usia yang relatif masih muda, Ibnu Taimiyyah sudah diakui
kapasitasnya sebagai ulama’ besar pada zamannya.
Di
antara guru-guru Ibnu Taimiyyah, selain dari kalangan keluarganya, adalah
sebagai berikut:
1. Ibnu
'Abd al-Qawi (603-699 H.). Nama lengkapnya adalah Muhammad ibn 'Abd al-Qawi ibn
Badran ibn 'Abd Allah al-Maqdisi, julukannya (laqab ) Syams al-Din,
dan nama panggilannya (kunyah) Abu 'Abd Allah. Ia ahli dalam bidang
hadith, fiqh, dan bahasa Arab. Di antara kitab yang disusunnya adalahal-Furuq.
2. Ibn
'Abd al-Da'im (577-678 H.). Nama lengkapnya adalah Ahmad ibn 'Abd Da'im ibn
Ni'mah ibn Ahmad ibn Muhammad ibn Ibrahim ibn Ahmad ibn Bakr al-Maqdisi. Ibnu
Taimiyyah berguru hadith kepadanya. Di antara ulama yang meriwayatkan hadith
dari Ibn 'Abd al-Da'im adalah al-Syaikh Muhy al-Din al-Nawawi dan Ibn Daqiq
al-'Id.
3. Al-Munaja'
ibn Uthman al-Tanukhi (611-195 H.). Beliau adalah seorang faqih yang terkenal
di Syam (Suriah) pada zamannya. Di samping itu, ia dikenal sebagai ulama yang
ahli dalam bidang tafsir dan bahasa Arab. Di samping mengajar, kegiatannya
adalah menulis. Di antara tulisannya adalah Sharh al-Mughni (empat
jilid), Tafsir al-Qur'an, dan Ikhtis}ar al-Mahs}ul.
Ibnu Taimiyyah belajar fikih kepadanya.
4. Ibnu
Qudamah (597-682 H.). Nama lengkapnya adalah 'Abd al-Rahman ibn Muhammad ibn
Ahmad ibn Qudamah al-Maqdisi. Ia adalah pemimpin madzhab yang cemerlang pada
masanya.
Dari
gambaran di atas, dapatlah diketahui bahwa selain karena kepandaian,
kecerdasan, dan ketekunan, kealiman Ibnu Taimiyyah terdukung oleh situasi
lingkungannya, sehingga ia menjadi ulama' yang giat mengajarkan ilmu-ilmunya.
Sebagai
seorang ulama' yang sangat cerdas, Ibnu Taimiyyah banyak mencurahkan perhatiannya
untuk pengembangan ilmu agama. Hal ini dapat dibuktikan dari karya-karya yang
didasilkan dan murid-muridnya. Di antara beberapa murid Ibnu Taimiyyah adalah
sebagai berikut:
1. Ibnu
Qayyim al-Jauziyyah (w.751 H.). Nama lengkapnya adalah Muhammad ibn Abi Bakr
ibn Ayyub ibn Sa'ad ibn Harith al-Zar'i al-Dimashqi Abu 'Abd Allah, julukannya
adalah Syams al-Din. Ia lebih dikenal dengan nama Ibnu Qayyim al-Jauziyyah.
Karyanya tidak kurang dari 41 judul. Di antara kitabnya yang banyak dijadikan rujukan
adalah I'lam al-Muwaqqi'in 'an Rabb al-'Alamin. Kaidah fiqh yang
dibangunnya hingga sekarang ini masih dijadikan rujukan, yaitu, kaidah "taghayyur
al-fatwa bi hasab taghayyur al-azminah wa al-amkinah wa al-ahwa>l wa
al-niyya>t wa al-awa>'id".
2. Al-Dzahabi
(701-748 H.). Nama lengkapnya adalah Syams al-Din Abi 'Abd Allah Muhammd ibn
Ahmad ibn Uthman ibn Qaimaz al-Turkumani al-Dzahabi. Di antara kitabnya yang
terkenal adalah al-Tafsi>r wa al-Mufassiru>n dan al-Hadi>th wa
al-Muhaddithu>n.
3. Ibnu
Kathir (701-744 H.). Nama lengkapnya adalah 'Imad al-Din Isma'il ibn 'Umar ibnu
Kathir. Di antara karyanya yang terkenal adalah Tafsir Ibn Kathir.
4. Al-Thufi
(lahir tahun 670-an). Nama lengkapnya adalah Sulaiman ibn 'Abd al-Qawi ibn
Sa'id al-Thufi. Ia dikenal sebagai seorang penganut Syi'ah yang bermadzhab
Hanbali.
C. Karya-karya
Ibnu Taimiyyah
Profesinya
sebagai seorang penulis ditekuninya sejak usia 20 tahun. Tulisan-tulisannya
banyak bernada kritik terhadap segala pendapat dan paham yang tidak sejalan
dengan pemikirannya, karena menurutnya bertentangan dengan ajaran al-Qur'an dan
hadith.
Abu
Hasan 'Ali al-Nadwi menyimpulkan bahwa ada 4 macam keistimewaan yang ada di
dalam karya-karya Ibnu Taimiyyah. Pertama, karya-karyanya memberi kesan kepada
pembacanya bahwa dia adalah seorang yang memahami tujuan-tujuan syari'at dan
ruh agama. Hal ini berkaitan dengan penguasaannya yang sangat mendalam tentang
berbagai sisi dan dasar-dasar agama. Kedua, karya-karyanya terasa hidup dan
dinamis karena pada umumnya ditulis untuk merespon pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan kepadanya ataupun dalam rangka mengkritisi suatu masalah yang
berkembang. Ketiga, terkesan padat isi dan penuh keseriusan. Hal ini bisa
dilihat dari kebiasaannya yang selalu memberi rujukan bagi
pandangan-pandangannya baik pada al-Qur'an, al-Hadith, maupun pendapat-pendapat
para ulama' khususnya ulama' salaf. Keempat, pada umumnya ditulis dengan bahasa
yang luas dan tegas.
Sementara
itu, Nur Cholish Madjid berkomentar bahwa sebagian besar karyanya ditulis dalam
suasana dan gaya bahasa yang sangat polemis karena menghadapi berbagai pihak
yang menurut pandangannya telah menyeleweng dari ajaran Islam yang benar. Di
sisi lain, sangat kritis, analitis, polemis, hiperbolis dan bombastis, namun
menunjukkan kelebihan yang mengagumkan dalam penguasaan atas bahan pemikiran
Islam, disertai kesadaran historis yang luas dan mendalam.
D. Wafatnya
Ibn Taimiyah
Ibnu
Taimiyah wafatnya di dalam penjara Qal`ah Dimasyq disaksikan oleh salah seorang
muridnya Ibnul Qayyim, ketika beliau sedang membaca Al-Qur'an surah Al-Qamar
yang berbunyi "Innal Muttaqina fi jannatin wanaharin". Ia berada di
penjara ini selama dua tahun tiga bulan dan beberapa hari, mengalami sakit dua
puluh hari lebih. Ia wafat pada tanggal 20 Dzulhijjah 728 H, dan dikuburkan
pada waktu Ashar di samping kuburan saudaranya, Syaikh Jamal Al-Islam
Syarafuddin.
Jenazahnya
disalatkan di masjid Jami`Bani Umayah sesudah salat Zhuhur dihadiri para
pejabat pemerintah, ulama, tentara serta para penduduk.
E. Syeikhul Islam Ibnu taimiyah
seorang salafi
As-salaf/ salafussolih adalah para sahabat dan orang
yang mengikuti mereka dengan baik juga para imam agama yang adil, seperti abu
hanifah, Malik asyyafi’i, Ahmad Ibnul Mubarak, syufian Assaori, dan Ibnu
Uyaynah. Sedangkan Salafi adalahorang yang mengikuti mereka sampai sekarang
dari Ahlusunah Wal Jamaah.
Setiap orang yang ingin menjadi
bagian dari golongan Yang selamat ,maka dia harus kembali kepada Al-kitab dan
As-sunnah dengan pemahaman ulama salaf, dan ketika itu dia berada, dijalan
Rasulullah SAW. Juga para sahabat.
Allah
Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
فَإِنۡ ءَامَنُواْ بِمِثۡلِ مَآ ءَامَنتُم بِهِۦ فَقَدِ ٱهۡتَدَواْۖ
وَّإِن تَوَلَّوۡاْ فَإِنَّمَا هُمۡ فِي شِقَاقٖۖ فَسَيَكۡفِيكَهُمُ ٱللَّهُۚ
وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡعَلِيمُ ١٣٧
137. Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman
kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling,
sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu). Maka Allah akan
memelihara kamu dari mereka. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui
Allah Subhanahu
Wa Ta’ala juga berfirman,
كُنتُمۡ خَيۡرَ أُمَّةٍ أُخۡرِجَتۡ لِلنَّاسِ تَأۡمُرُونَ
بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَتَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِ وَتُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِۗ وَلَوۡ
ءَامَنَ أَهۡلُ ٱلۡكِتَٰبِ لَكَانَ خَيۡرٗا لَّهُمۚ مِّنۡهُمُ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ
وَأَكۡثَرُهُمُ ٱلۡفَٰسِقُونَ ١١٠
110. Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk
manusia, menyuruh kepada yang ma´ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan
beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik
bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah
orang-orang yang fasik
Allah Subhanahu
Wa Ta’ala berfirman,
وَٱلسَّٰبِقُونَ ٱلۡأَوَّلُونَ مِنَ ٱلۡمُهَٰجِرِينَ وَٱلۡأَنصَارِ
وَٱلَّذِينَ ٱتَّبَعُوهُم بِإِحۡسَٰنٖ رَّضِيَ ٱللَّهُ عَنۡهُمۡ وَرَضُواْ عَنۡهُ
وَأَعَدَّ لَهُمۡ جَنَّٰتٖ تَجۡرِي تَحۡتَهَا ٱلۡأَنۡهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَآ
أَبَدٗاۚ ذَٰلِكَ ٱلۡفَوۡزُ ٱلۡعَظِيمُ ١٠٠
100. Orang-orang yang terdahulu lagi yang
pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang
yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun
ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir
sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah
kemenangan yang besar.
Islam
yang kita maksudkan bukan Islamnya Syiah, muktazilah atau sufi, akan tetapi Islam Yang dianut oleh Rasulullah SAW, dan para Sahabat Rhadiyallahu
Anhum; yakni Alqur’an dan As-sunnah dengan pemahaman orang yang paling mengerti
keduanya, jauh dari metode-metode orientalis dan jauh dari penafsiran materialisme juga atheisme.
Bila
kita perhatikan dakwah dan Metode Syaikhul Islam Ibn Taimiyah, maka kita akan
menemukan beberapa ciri khas dakwah salafiah dalam pembaharuan dan reformasi.
Bahkan Semboyannya mengatakan, “Aku hanyalah seorang pengikut bukanpembuat hal
yang baru.” Ini di Isyaratkan oleh perkataannya yang terkenal, “Sesengguhnya sejak
dulu sampai sekarang aku tidak pernah mengajak seorangpun dalam maslah
dasar-dasar agama kepada Mazhab Hambali/bukan Hambali.
F. POLA
PEMIKIRAN TASAWUF IBN TAIMIYAH
Pada
akhir abad ketujuh hijriyah, blantika pemikiran islam diramaikan dengan
kemunculan Imam Ibn Taimiyah yang hadir dengan pendapat-pendapat penting dalam
ranah tasawuf dan sufisme yang mengusung kritikan keras terhadap beberapa tokoh
sufi diantaranya Ibn Arabia tau para pelaku sufi yang menyimpang.
Disamping
dikenal sebagai pengeritik kaum sufi, ternyata Ibn Taimiyah juga diam-diam
mengakui kebenaran isu penting yang diusung kaum sufi, misalnya, pendapat
mereka mengenai ilham, pengkategorian ru’ya shadiqah (mimpi yang benar) sebagai
salah satu jenis pendidikan ilahiah, ujaran mereka mengenai zuhud, sabar dan
cinta ilahiah, dan permasalahan-permasalan lain yang menjadi focus kajian
mereka dalam ilmu tasawuf.
Berikut
tiga asas pandangan keagamaan Ibn Taimiyah:
a. Dalam
masalah agama dan keagamaan tidak ada otoritas apapun yang sah yang dijadikan
acuan normative selain al-Qur’an dan al-Sunnah.
b. Dalam
masalah agama dan keagamaan tidaj ada paradigm apapun yang dipandang valid
selain contoh dan teladan dari praktek-praktek keagamaan generasi salaf serta
mereka yang konsisten dengan metode keberagamaan salaf.
c. Dalam
memahami dan mengamalkan agama harus dipandang sebagai satu kesatuan sistem
Ilahi yang harus didekati secara integral dan utuh, tidak boleh
sepotong-potong.
Adapun
pokok-pokok pikiran tasawufnya Ibn Taimiyah meliputi:
a. Pada
konsep maqamat, masing-masing maqam (terminal)dipandang sebagai tahapan
spiritual yang harus dilalui seorang penempuh jalan sufi secara bertahap untuh
sampai kepada tuhan.sedangkan dalam konsep A’mal al-Qulub duoandang sebagai
moral etik Islam yang wajib diamalkan setiap muslim untuk mencapai moralitas
tertentu.
b.
Pada konsep maqamat, aplikasi ajarannya bersifat indivisual dan elitis (khusus
bagi sufi), sedang pada konsep A’mal al-Qulub bersifat individual dan social
serta populis.
c. Pada
konsep maqamat, formulasi ajarannya bersifat normatif, doktrinal, ahlistoris,
sedang pada konsep A’mal al-Qulub formulkasi maupun aplikasi serta
interprestasinya bersifat kontekstual dan historis.
G. KARAKTERISTIK TASAWUF IBN
TAIMIYAH
Ajaran
ibn taimiyah adalah mengembalikan pangkalan tempat bertolak fikiran dan
pandangan hidup muslimin kepada tauhid yang bersih. Ketika datang seruan untuk
berjihad pada jalan Allah di medan perang, ibn taimiyah tidak hanya berdiam
diri dan “tenggelam” dalam khalwatnya, dialah orang yang terlebih dahulu
mengambil tombak dan pedangnya, juga mengajak orang-orang untuk turut membela
dan mempertahankan agama. Ibn taimiyah turut mempertahankan negerinya dari
serangan musuh.
Metode
salafiah Ibn Taimiyah:
1.
Tidak
percaya sepenuhnya pada akal
Akal
tidak bisa memahami hakekat-hakekat agama sendiri. Baginya tidak ada
pertentangna antara nash yang benar dengan aka yang benar, bahkan akal yang
harusmengikuti nash. Selalu berpegang pada al-qur’an dan sa-sunnah. Ilmu agama
dan hidayah tidak dapat didapatkan kecuali dengan wahyu, sebab yang
enurunkannya adalah Tuhan Yang Maha mengetahui yang ghaib.
2. Tidak
mengikuti seseorang karena nama-nama ketenaran dan kedudukannya Ibn taimiyah
selalu mengembalikan perkataan kepada dasarnya dan mengikuti dalil al-qur’an,
sunnah dan perkataan para ulama’ shalaf (sahabat)
3. Dasar
syari’at adalah al-qur’an, dan selalu berpegang padanya
4. Tidak
fanatik dalam pemikiran dan menghindari sikap berlebihan
Ibn
taimiyah berpendapat bahwa setiap perkataan seseorang boleh diterima, boleh
pula ditolak, kecuali ucapan Rasul. Ibn taimiyah mengakui adanya Wali-Allah.
Tetapi beliau tidak dapat menerima jika makhluk Allah yang lain menyandarkan
pengharanan kepada orang yang dikatakan Wali-Allah itu.
Dia berpegang kepada hadits:
اِذَااسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللهِ
“Apabila
engkau hendak memohon pertolongan, langsunglah minta tolong kepada Allah”
Sebab
itu beliau mencela keras orang yang me-“rabitahkan”-kan gurunya atau mengambil
wasilah gurunya untuk menyampaikan permhonan.
Sebagi
seorang penganut Madzhab Hambali didalam garis kaum sunni, beliau berusaha
menegakkan faham salaf. Yaitu kembali kepada kemurnian ajaran Nabi Muhammad SAW
dengan tidak dipengaruhi oleh Ta’wil. Ayat-ayat yang disebut “mutasyabih”
hendaklah diterima dengan “bila-kaifa”. Menurut ibn taimiyah kita tidak disuruh
untuk memikirkan itu, sebab suatu penafsira dalam suatu zaman dapat berubah
pada zaman yang lain. Dan pendapat yang terpengaruh pada suatu tempat, juga
dapat berubah ditempat yang lain.
Dari
uraian diatas, dapat dipahami beberapa karakteristik tasawuf Ibn Taimiyah
adalah sebagai berikut:
1.
Purinatis,
yaitu merupakan pemurnian dan upaya pengembalian tasawuf ke pangkalnya yaitu
Al-Qur’an dan As-Sunnah sekaligus menghilangkan unsur-unsur asing dan
menggantikannya dengan muatan-muatan islam otodoks (madzhab salaf).
2.
Aktifis,karena
didalamnya diberi muatan-muatan makna dinamis dan aktivis seperti tercermin
pada konsep A’mal al-qulub maupun menanamkan sikap positif terhadap dunia.
3. Populis,
karena memandang tasawuf sebagai perpanjangan dari agama yang menjadi kewajiban
dari setiap muslim.
Berikut
ini adalah pendapat-pendapat Ibnu Taimiyyah yang berhubungan dengan masalah
fiqh:
1.
Kedewasaan sebagai
penghapus hak ijbar
Dalam
salah satu hadith dikatakan bahwa Nabi Muhammad SAW. bersabda:"الايم احق بنفسها من وليها" . Dari hadith
ini, para ulama' di antaranya Daud al-Zhahiri berpendapat bahwa wali mempunyai
hak ijbar (memaksa) terhadap anak gadis, dan tidak mempunyai hak ijbar terhadap
anak yang sudah janda.
Ibnu
Taimiyyah tidak sependapat dengan pandangan di atas yang antara lain
dikemukakan oleh imam al-Zhahiri. Menurut Ibnu Taimiyyah. Hak ijbar tidak
terletak pada kegadisan dan kejandaan, meskipun dalam hadith secara eksplisit
dikatakan janda (al-ayyim), tetapi pada kedewasaan. Oleh karena itu hak
ijbar wali akan hilang apabila anak yang akan dinikahkannya sudah dewasa, baik
ia masih gadis maupun sudah pernah menikah. Sebaliknya, sekalipun ia pernah
menikah tetapi belum dewasa, wali masih memiliki hak ijbar terhadapnya. Kata al-ayyim tidak
dipahaminya secara tekstual. Ia memahaminya sebagai kedewasaan berfikir.
2.
Pengangkatan pemimpin
termasuk kewajiban agama
Dalam
kitab al-Siya>sah al-Shar'iyyah fi> Is}la>h al-Ra>'i wa
al-Ra'iyyah, Ibnu Taimiyyah mengatakan bahwa mengangkat pemimpin merupakan
salah satu kewajiban agama. Sebab kemaslahatan manusia tidak akan sempurna
kecuali bermasyarakat yang antara satu dengan yang lainnya saling memerlukan.
Karena bermasyarakat, manusia wajib menjadikan salah seorang di antara mereka
sebagai pemimpin.
Sabda
Nabi:
اذاخرج
ثلا ثة في سفر فليؤمروا احدهم
Apabila
tiga orang keluar dan dalam perjalanan, salah seorang di antara mereka
hendaklah diangkat menjadi pemimpin.
Tentang
kewajiban tersebut, di samping berlandaskan hadith di atas, Ibnu Taimiyyah juga
berdasarkan pada salah salah satu hadith yang berbunyi:
لايحل
لثلا ثة يكونون بفلاة من الارض الا امروا عليهم احدهم
Tidak
halal bagi tiga orang yang berada dalam satu tempat kecuali salah seorang di
antara mereka diangkat menjadi pemimpin.
Ketika
mengomentari hadith tersebut, ia berkata,"Nabi Muhammad SAW. mewajibkan
mengangkat pemimpin meskipun jumlah penduduk yang dipimpinnya sedikit seperti
dalam perjalanan. Itu merupakan tanbi>h bahwa berbagai
masyarakat diwajibkan mempunyai pemimpin, karena Allah memerintahkan kita untuk amar
ma'ru>f nahi munkar, jihad, menegakkan keadilan, menolong yang
teraniaya, dan menegakkan hudu>d. Perintah-perintah tersebut
tidak dapat dijalankan secara sempurna kecuali dengan kekuatan dan
pemerintahan."
Dalam
pandangnnya, pemimpin adalah bayang-bayang atau wakil Tuhan
di bumi. Di samping itu, menurutnya keberadaan pemimpin yang tidak adil lebih
maslahat daripada terjadi kekosongan pemimpin.
3.
Larangan jual beli
dengan tujuan ma'siat
Seperti
yang kita ketahui bahwa akad akan menjadi sah apabila rukun dan syaratnya
terpenuhi. Namun salah seorang yang berakad kadang-kadang menjadikan akad itu
sebagai suatu alat untuk kepentingan pribadi yang keluar dari syara', tapi
tidak haram, hanya mubah. Apakah akad itu sah karena rukunnya lengkap, yaitu
ada ijab dan qabul? Atau tidak sah sebab untuk tujuan yang tidak
disyari'atkan?.
Abu
Hanifah menganggap akad ini sudah sah, sebab sudah ada ijab dan qabulnya. Niat
tujuan yang tidak diperbolehkan menurut syara' sifatnya abstrak, dan hanya
Allah yang mengetahui. Pendapat Abu Hanifah ini pun disetujui oleh imam
Syafi'i.
Namun
menurut imam Ahmad bin Hanbal, akad itu tidak sah meskipun ijab dan qabulnya
sudah lengkap, sebab tujuan akad dari jual beli itu sudah diketahui. Pendapat
ini disetujui oleh Ibnu Taimiyyah.
Dari
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, dalam mengambil sebuah keputusan Ibnu
Taimiyyah lebih menekankan kepada kemaslahatan umat.
E. KESIMPULAN
Dari
pemaparan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Ibn Taimiyah merupakan salah
satu tokoh sufi yang sangat berpengaruh dan diperhitungkan. Meskipun tidak
jarang kritikan-kritikannya mengundang banyak kontrofersi dan beda pendapat
bagi sebagian ulama lainnya. Beliau merupakan seorang tokoh penganut madzhab
Hambali didalam garis kaum suni yang selalu berusaha menegakkan faham salafi.
Ibn
Taimiyah merupakan seorang ulama yang tidak hanya mementingkan akhirat maupun
dunia saja, melainkan seimbang antara keduanya. Disamping beliau taat
beribadah, beliau juga tidak segan-segan untuk mengangkat senjata ketika ada
musuh yang berusaha untuk merebut negaranya.
Ibn
Taimiyah adalah sosok seseorang yang pantang menyerah dan selalu ingin
tahu. Ini terbukti pada gairahnya dalam menuntut ilmu, beliau tidak pernah puas
dengan ilmu yang sudah didapatnya, melainkan selalu mencari dan mencari lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar