Kamis, 17 Desember 2015

RESUME IBNU TAIMIYAH

RESUME IBNU TAIMIYAH
“Pembaharu Salafi & Dakwah Reformasi
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Pemikiran Modern dalam Islam

Disusun oleh   : Kurniawan
NIM                :1134030037
Kelas               : MD – V A






FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH
UIN SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2015

Penulis                         : Syaikh DR. Said Abdul Azhim
Penerjemah                  : Faisal Saleh,Lc. M.Si
                                      Khoerul Amru Harahap, Lc. M. Hi
Editor                          : Muslich Taman, Lc
Pewajah Isi                  : Sucipto Ali
Pewajah Sampul          : DEA Grafis
Cetakan                       : Pertama, Oktober 2005
Penerbit                       : PUSTAKA AL-KAUTSAR
                                     Jln. Cipinang Muara Raya No. 63 Jakarta Timur-13420 Telp.
(021)8507595, 8506702 fax. 85912403
Jumlah halaman           :288 hlm
e-mail                          : kautsar@centrin.net.idredaksi@kautsar.co.id
http                              : //www.kautsar.co.id







RESUME

A.  RIWAYAT HIDUP IBN TAIMIYAH
a.   Kelahiran Ibn Taimiyah
Ahmad bin Abdul Halim bin Taimiyah atau biasa dikenal dengan sebutan Ibn Taimiyah lahir di Harran pada tanggal 22 Januari1263 M/10 Rabiul Awwal 661 H. Setelah beberapa tahun tinggal di Harran, pada tahun 677 H Ibn Taimiyah beserta ayahnya dan dua saudaranya pindah ke Damaskus, bertepatan dengan kedatangan Tartar di Syam. Sejak kecil, Ibnu Taimiyah hidup dan dibesarkan di tengah-tengah para ulamabesar. Karena itu, ia mempergunakan kesempatan itu untuk menuntut ilmusepuas-puasnya dan menjadikan mereka sebagai 'ilmu berjalan.
Pada umurnya yang ke-17, Ibnu Taimiyah sudah siap mengajar dan berfatwa,terutama dalam bidang ilmu tafsir, ilmu ushul, dan semua ilmu-ilmu lain,baik pokok-pokoknya maupun cabang-cabangnya. ''Ibnu Taimiyah mempunyaipengetahuan yang sempurna mengenai rijalul hadis (mata rantai sanad,periwayat), ilmu al-Jahru wa al-Ta'dil, thabaqat sanad, pengetahuan tentang hadis sahih dan dhaif, dan lainnya,'' ujar Adz-Dzahabi.
Karena penguasaan ilmunya yang sangat luas itu, ia pun banyak mendapat pujian dari sejumlah ulama terkemuka. Antara lain, Al-Allamah As-Syaikh Al-Karamy Al-Hambali dalam kitabnya Al-Kawakib Al-Darary, Al-Hafizh Al-Mizzy, Ibnu Daqiq Al-Ied, Abu Hayyan An-Nahwy, Al-Hafizh Ibnu Sayyid An-Nas, Al-Hafizh Az-Zamlakany, Al-Hafidh Adz-Dzahabi, dan ulama lainnya.



b.      Keluarga Ibn Taimiyah
Ibn Taimiyah lahir dari keluarga religius, ayahnya bernama Syihabuddin Abul Mahasin Abdul Halim bin Taimiyah lahir di Harran pada tahun 627 H. Dalam kitabnya At-Tarikh, Adz-Dzahabi menulis bahwa ayah Ibn Taimiyah belajar madzham Imam Hambali dari ayahnya Tamiyah. Sambil belajar dia juga berfatwa dan berkarya. Dia adalah seorang imam yang mumpuni, berwawasan luas, beragama kuat,  tawadhu’, bagus perilaku dan dermawan. Disana juga disebutkan bahwa dia adalah imam yang besar, namun bak bintang yang tersembunyi oleh cahaya bulan dan terangnya sinar matahari.
Ibu Ibn Taimiyah adalah wanita yang hebat, dia bahkan juga ikut andil dalam jihad anaknya. Dari penjara, Ibn Taimiyah selalu mengirimkan surat kepada ibunya yang berisikan kasih sayang. Ibu Ibn Taimiyah pernah menemui raja An-Nashir yang atas perintahnya Ibn Taimiyah dipenjara selama beberapa tahun. Dia pernah memohon kepada raja An-Nashir agar anaknya dibebaskan, namun pemohonannya itu diindahkan sehingga anaknya kembali dipenjarakan.
Syaikhul Islam Majduddin Abul Barakat Abdussalam bin Abdullah bin Taimiyah Al-Harrani merupakan nama lengkap dari kakek Ibn Taimiyah. Lahir di Harran pada tahun 590 H. Dia adalah seorang ahli fiqih Madzhab Hambali, imam, ahli hadis, ahli tafsir, ahli ushul juga ahli nahwu. Dia juga termasuk salah satu al-hafizh (penghafal al-Qur’an) yang terkemuka.
c.       Kepribadian Ibn Taimiyah
Diantara sifat-sifat yang dimiliki oleh Ibn Taimiyah adalah zuhud, dermawan, pemaaf, tawadhu’, serius mengikuti as-sunnah, pemberani. Dia adalah orang yang keras pendiriannya dan teguh berpijak pada garis-garis yang telah ditentukan Allah, mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Ia pernah berkata: ”Jika dibenakku sedang berfikir suatu masalah, sedangkan hal itu merupakan masalah yang muskil bagiku, maka aku akan beristighfar seribu kali atau lebih atau kurang. Sampai dadaku menjadi lapang dan masalah itu terpecahkan. Hal itu aku lakukan baik di pasar, di masjid atau di madrasah. Semuanya tidak menghalangiku untuk berdzikir dan beristighfar hingga terpenuhi cita-citaku.”
d.      Pendidikan dan karya Ibn Taimiyah
Di Damaskus ia belajar pada banyak guru, dan memperoleh berbagai macam ilmu diantaranya ilmu hitung (matematika), khat (ilmu tulis menulis Arab), nahwu, ushul fiqih. Ia dikaruniai kemampuan mudah hafal dan sukar lupa. Hingga dalam usia muda, ia telah hafal Al-Qur'an. Kemampuannya dalam menuntut ilmu mulai terlihat pada usia 17 tahun. Dan usia 19, ia telah memberi fatwa dalam masalah masalah keagamaan.
Ibnu Taymiyyah amat menguasai ilmu rijalul hadits (perawi hadits) yang berguna dalam menelusuri Hadits dari periwayat atau pembawanya dan Fununul hadits (macam-macam hadits) baik yang lemah, cacat atau shahih. Ia memahami semua hadits yang termuat dalam Kutubus Sittah dan Al-Musnad. Dalam mengemukakan ayat-ayat sebagai hujjah (dalil), ia memiliki kehebatan yang luar biasa, sehingga mampu mengemukakan kesalahan dan kelemahan para mufassir atau ahli tafsir. Tiap malam ia menulis tafsir, fiqh, ilmu 'ushul sambil mengomentari para filusuf.
Sehari semalam ia mampu menulis empat buah kurrosah (buku kecil) yang memuat berbagai pendapatnya dalam bidang syari'ah. Ibnul Wardi menuturkan dalam Tarikh Ibnul Wardi bahwa karangannya mencapai lima ratus judul. Karya-karyanya yang terkenal adalah Majmu' Fatawa yang berisi masalah fatwa fatwa dalam agama Islam.


 B. Perjalanan Intelektual Ibnu Taimiyyah
Sejak kecil, Ibnu Taimiyyah memulai belajarnya dengan mendalami  al-Qur’an dan hadith kepada sang ayah. Karena adanya serangan pasukan Tatar ke negerinya Syam (Syiria), ia dan keluarganya pindah ke Damaskus. Kota ini termasuk salah satu pusat ilmu tebesar pada masa itu. Ibnu Taimiyyah seorang anak yang cerdik, hari-harinya ia sibukkan untuk belajar. Ibnu Wardi mengatakan bahwa setelah ia mengusai ilmu khot, hisa>b (hitung), dan hafalan qur’an, dengan segera ia mempelajari ilmu fiqih dan bahasa arab sampai ia pun unggul dalam ilmu nahwu. Setelah itu, ia bergegas mempelajari ilmu tafsir secara keseluruhan sampai selesai. Kemudian ia melanjutkan ke ilmu ushul fiqh. Semua itu dilakukan oleh anak usia sekitar 10 tahun. Dengan kecerdasan dan ketekunannya ia mampu mendalami berbagai macam ilmu agama,termasuk ilmu kalam dan filsafat dalam usia 19 tahun. Dan ia telah dipercaya untuk mengeluarkan fatwa. Ketika menginjak usia 21 tahun, ia menggantikan kedudukan ayahnya yang telah meninggal sebagai seorang ulama’ dan hakim. Demikian Ibnu Taimiyyah tumbuh menjadi ulama’ besar terkemuka dan berpandangan luas. Keulamaannya mencakup seluruh kajian keislaman sehingga pantas mendapat gelar Syaikhul Islam. Pada usia 30 tahun, usia yang relatif masih muda, Ibnu Taimiyyah sudah diakui kapasitasnya sebagai ulama’ besar pada zamannya.
Di antara guru-guru Ibnu Taimiyyah, selain dari kalangan keluarganya, adalah sebagai berikut:
1.      Ibnu 'Abd al-Qawi (603-699 H.). Nama lengkapnya adalah Muhammad ibn 'Abd al-Qawi ibn Badran ibn 'Abd Allah al-Maqdisi, julukannya (laqab ) Syams al-Din, dan nama panggilannya (kunyah) Abu 'Abd Allah. Ia ahli dalam bidang hadith, fiqh, dan bahasa Arab. Di antara kitab yang disusunnya adalahal-Furuq.
2.      Ibn 'Abd al-Da'im (577-678 H.). Nama lengkapnya adalah Ahmad ibn 'Abd Da'im ibn Ni'mah ibn Ahmad ibn Muhammad ibn Ibrahim ibn Ahmad ibn Bakr al-Maqdisi. Ibnu Taimiyyah berguru hadith kepadanya. Di antara ulama yang meriwayatkan hadith dari Ibn 'Abd al-Da'im adalah al-Syaikh Muhy al-Din al-Nawawi dan Ibn Daqiq al-'Id.
3.      Al-Munaja' ibn Uthman al-Tanukhi (611-195 H.). Beliau adalah seorang faqih yang terkenal di Syam (Suriah) pada zamannya. Di samping itu, ia dikenal sebagai ulama yang ahli dalam bidang tafsir dan bahasa Arab. Di samping mengajar, kegiatannya adalah menulis. Di antara tulisannya adalah Sharh al-Mughni (empat jilid), Tafsir al-Qur'an, dan Ikhtis}ar al-Mahs}ul. Ibnu Taimiyyah  belajar fikih kepadanya.
4.      Ibnu Qudamah (597-682 H.). Nama lengkapnya adalah 'Abd al-Rahman ibn Muhammad ibn Ahmad ibn Qudamah al-Maqdisi. Ia adalah pemimpin madzhab yang cemerlang pada masanya.
Dari gambaran di atas, dapatlah diketahui bahwa selain karena kepandaian, kecerdasan, dan ketekunan, kealiman Ibnu Taimiyyah terdukung oleh situasi lingkungannya, sehingga ia menjadi ulama' yang giat mengajarkan ilmu-ilmunya.
Sebagai seorang ulama' yang sangat cerdas, Ibnu Taimiyyah banyak mencurahkan perhatiannya untuk pengembangan ilmu agama. Hal ini dapat dibuktikan dari karya-karya yang didasilkan dan murid-muridnya. Di antara beberapa murid Ibnu Taimiyyah adalah sebagai berikut:
1.      Ibnu Qayyim al-Jauziyyah (w.751 H.). Nama lengkapnya adalah Muhammad ibn Abi Bakr ibn Ayyub ibn Sa'ad ibn Harith al-Zar'i al-Dimashqi Abu 'Abd Allah, julukannya adalah Syams al-Din. Ia lebih dikenal dengan nama Ibnu Qayyim al-Jauziyyah. Karyanya tidak kurang dari 41 judul. Di antara kitabnya yang banyak dijadikan rujukan adalah I'lam al-Muwaqqi'in 'an Rabb al-'Alamin. Kaidah fiqh yang dibangunnya hingga sekarang ini masih dijadikan rujukan, yaitu, kaidah "taghayyur al-fatwa bi hasab taghayyur al-azminah wa al-amkinah wa al-ahwa>l wa al-niyya>t wa al-awa>'id".
2.      Al-Dzahabi (701-748 H.). Nama lengkapnya adalah Syams al-Din Abi 'Abd Allah Muhammd ibn Ahmad ibn Uthman ibn Qaimaz al-Turkumani al-Dzahabi. Di antara kitabnya yang terkenal adalah al-Tafsi>r wa al-Mufassiru>n dan al-Hadi>th wa al-Muhaddithu>n.
3.      Ibnu Kathir (701-744 H.). Nama lengkapnya adalah 'Imad al-Din Isma'il ibn 'Umar ibnu Kathir. Di antara karyanya yang terkenal adalah Tafsir Ibn Kathir.
4.      Al-Thufi (lahir tahun 670-an). Nama lengkapnya adalah Sulaiman ibn 'Abd al-Qawi ibn Sa'id al-Thufi. Ia dikenal sebagai seorang penganut Syi'ah yang bermadzhab Hanbali.
C.    Karya-karya Ibnu Taimiyyah
Profesinya sebagai seorang penulis ditekuninya sejak usia 20 tahun. Tulisan-tulisannya banyak bernada kritik terhadap segala pendapat dan paham yang tidak sejalan dengan pemikirannya, karena menurutnya bertentangan dengan ajaran al-Qur'an dan hadith.
Abu Hasan 'Ali al-Nadwi menyimpulkan bahwa ada 4 macam keistimewaan yang ada di dalam karya-karya Ibnu Taimiyyah. Pertama, karya-karyanya memberi kesan kepada pembacanya bahwa dia adalah seorang yang memahami tujuan-tujuan syari'at dan ruh agama. Hal ini berkaitan dengan penguasaannya yang sangat mendalam tentang berbagai sisi dan dasar-dasar agama. Kedua, karya-karyanya terasa hidup dan dinamis karena pada umumnya ditulis untuk merespon pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepadanya ataupun dalam rangka mengkritisi suatu masalah yang berkembang. Ketiga, terkesan padat isi dan penuh keseriusan. Hal ini bisa dilihat dari kebiasaannya yang selalu memberi rujukan bagi pandangan-pandangannya baik pada al-Qur'an, al-Hadith, maupun pendapat-pendapat para ulama' khususnya ulama' salaf. Keempat, pada umumnya ditulis dengan bahasa yang luas dan tegas.
Sementara itu, Nur Cholish Madjid berkomentar bahwa sebagian besar karyanya ditulis dalam suasana dan gaya bahasa yang sangat polemis karena menghadapi berbagai pihak yang menurut pandangannya telah menyeleweng dari ajaran Islam yang benar. Di sisi lain, sangat kritis, analitis, polemis, hiperbolis dan bombastis, namun menunjukkan kelebihan yang mengagumkan dalam penguasaan atas bahan pemikiran Islam, disertai kesadaran historis yang luas dan mendalam.
D. Wafatnya Ibn Taimiyah
Ibnu Taimiyah wafatnya di dalam penjara Qal`ah Dimasyq disaksikan oleh salah seorang muridnya Ibnul Qayyim, ketika beliau sedang membaca Al-Qur'an surah Al-Qamar yang berbunyi "Innal Muttaqina fi jannatin wanaharin". Ia berada di penjara ini selama dua tahun tiga bulan dan beberapa hari, mengalami sakit dua puluh hari lebih. Ia wafat pada tanggal 20 Dzulhijjah 728 H, dan dikuburkan pada waktu Ashar di samping kuburan saudaranya, Syaikh Jamal Al-Islam Syarafuddin.
Jenazahnya disalatkan di masjid Jami`Bani Umayah sesudah salat Zhuhur dihadiri para pejabat pemerintah, ulama, tentara serta para penduduk.
E. Syeikhul Islam Ibnu taimiyah seorang salafi
            As-salaf/  salafussolih adalah para sahabat dan orang yang mengikuti mereka dengan baik juga para imam agama yang adil, seperti abu hanifah, Malik asyyafi’i, Ahmad Ibnul Mubarak, syufian Assaori, dan Ibnu Uyaynah. Sedangkan Salafi adalahorang yang mengikuti mereka sampai sekarang dari Ahlusunah Wal Jamaah.
            Setiap orang yang ingin menjadi bagian dari golongan Yang selamat ,maka dia harus kembali kepada Al-kitab dan As-sunnah dengan pemahaman ulama salaf, dan ketika itu dia berada, dijalan Rasulullah SAW. Juga para sahabat.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman,
فَإِنۡ ءَامَنُواْ بِمِثۡلِ مَآ ءَامَنتُم بِهِۦ فَقَدِ ٱهۡتَدَواْۖ وَّإِن تَوَلَّوۡاْ فَإِنَّمَا هُمۡ فِي شِقَاقٖۖ فَسَيَكۡفِيكَهُمُ ٱللَّهُۚ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡعَلِيمُ ١٣٧
137. Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu). Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui
Allah Subhanahu Wa Ta’ala juga berfirman,
كُنتُمۡ خَيۡرَ أُمَّةٍ أُخۡرِجَتۡ لِلنَّاسِ تَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَتَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِ وَتُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِۗ وَلَوۡ ءَامَنَ أَهۡلُ ٱلۡكِتَٰبِ لَكَانَ خَيۡرٗا لَّهُمۚ مِّنۡهُمُ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ وَأَكۡثَرُهُمُ ٱلۡفَٰسِقُونَ ١١٠
110. Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma´ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik 
Allah Subhanahu Wa Ta’ala  berfirman,
وَٱلسَّٰبِقُونَ ٱلۡأَوَّلُونَ مِنَ ٱلۡمُهَٰجِرِينَ وَٱلۡأَنصَارِ وَٱلَّذِينَ ٱتَّبَعُوهُم بِإِحۡسَٰنٖ رَّضِيَ ٱللَّهُ عَنۡهُمۡ وَرَضُواْ عَنۡهُ وَأَعَدَّ لَهُمۡ جَنَّٰتٖ تَجۡرِي تَحۡتَهَا ٱلۡأَنۡهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَآ أَبَدٗاۚ ذَٰلِكَ ٱلۡفَوۡزُ ٱلۡعَظِيمُ ١٠٠
100. Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.
Islam yang kita maksudkan bukan Islamnya Syiah, muktazilah atau sufi, akan tetapi Islam Yang dianut oleh  Rasulullah SAW, dan para Sahabat Rhadiyallahu Anhum; yakni Alqur’an dan As-sunnah dengan pemahaman orang yang paling mengerti keduanya, jauh dari metode-metode orientalis dan jauh dari penafsiran  materialisme juga atheisme.
Bila kita perhatikan dakwah dan Metode Syaikhul Islam Ibn Taimiyah, maka kita akan menemukan beberapa ciri khas dakwah salafiah dalam pembaharuan dan reformasi. Bahkan Semboyannya mengatakan, “Aku hanyalah seorang pengikut bukanpembuat hal yang baru.” Ini di Isyaratkan oleh perkataannya yang terkenal, “Sesengguhnya sejak dulu sampai sekarang aku tidak pernah mengajak seorangpun dalam maslah dasar-dasar agama kepada Mazhab Hambali/bukan Hambali.
F. POLA PEMIKIRAN TASAWUF IBN TAIMIYAH
Pada akhir abad ketujuh hijriyah, blantika pemikiran islam diramaikan dengan kemunculan Imam Ibn Taimiyah yang hadir dengan pendapat-pendapat penting dalam ranah tasawuf dan sufisme yang mengusung kritikan keras terhadap beberapa tokoh sufi diantaranya Ibn Arabia tau para pelaku sufi yang menyimpang.
Disamping dikenal sebagai pengeritik kaum sufi, ternyata Ibn Taimiyah juga diam-diam mengakui kebenaran isu penting yang diusung kaum sufi, misalnya, pendapat mereka mengenai ilham, pengkategorian ru’ya shadiqah (mimpi yang benar) sebagai salah satu jenis pendidikan ilahiah, ujaran mereka mengenai zuhud, sabar dan cinta ilahiah, dan permasalahan-permasalan lain yang menjadi focus kajian mereka dalam ilmu tasawuf.
Berikut tiga asas pandangan keagamaan Ibn Taimiyah:
a. Dalam masalah agama dan keagamaan tidak ada otoritas apapun yang sah yang dijadikan acuan normative selain al-Qur’an dan al-Sunnah.
b. Dalam masalah agama dan keagamaan tidaj ada paradigm apapun yang dipandang valid selain contoh dan teladan dari praktek-praktek keagamaan generasi salaf serta mereka yang konsisten dengan metode keberagamaan salaf.
c. Dalam memahami dan mengamalkan agama harus dipandang sebagai satu kesatuan sistem Ilahi yang harus didekati secara integral dan utuh, tidak boleh sepotong-potong.
Adapun pokok-pokok pikiran tasawufnya Ibn Taimiyah meliputi:
a.  Pada konsep maqamat, masing-masing maqam (terminal)dipandang sebagai tahapan spiritual yang harus dilalui seorang penempuh jalan sufi secara bertahap untuh sampai kepada tuhan.sedangkan dalam konsep A’mal al-Qulub duoandang sebagai moral etik Islam yang wajib diamalkan setiap muslim untuk mencapai moralitas tertentu.
b. Pada konsep maqamat, aplikasi ajarannya bersifat indivisual dan elitis (khusus bagi sufi), sedang pada konsep A’mal al-Qulub bersifat individual dan social serta populis.
c. Pada konsep maqamat, formulasi ajarannya bersifat normatif, doktrinal, ahlistoris, sedang pada konsep A’mal al-Qulub formulkasi maupun aplikasi serta interprestasinya bersifat kontekstual dan historis.
G.   KARAKTERISTIK TASAWUF IBN TAIMIYAH
Ajaran ibn taimiyah adalah mengembalikan pangkalan tempat bertolak fikiran dan pandangan hidup muslimin kepada tauhid yang bersih. Ketika datang seruan untuk berjihad pada jalan Allah di medan perang, ibn taimiyah tidak hanya berdiam diri dan “tenggelam” dalam khalwatnya, dialah orang yang terlebih dahulu mengambil tombak dan pedangnya, juga mengajak orang-orang untuk turut membela dan mempertahankan agama. Ibn taimiyah turut mempertahankan negerinya dari serangan musuh.
Metode salafiah Ibn Taimiyah:
1.    Tidak percaya sepenuhnya pada akal
Akal tidak bisa memahami hakekat-hakekat agama sendiri. Baginya tidak ada pertentangna antara nash yang benar dengan aka yang benar, bahkan akal yang harusmengikuti nash. Selalu berpegang pada al-qur’an dan sa-sunnah. Ilmu agama dan hidayah tidak dapat didapatkan kecuali dengan wahyu, sebab yang enurunkannya adalah Tuhan Yang Maha mengetahui yang ghaib.

2. Tidak mengikuti seseorang karena nama-nama ketenaran dan kedudukannya Ibn taimiyah selalu mengembalikan perkataan kepada dasarnya dan mengikuti dalil al-qur’an, sunnah dan perkataan para ulama’ shalaf (sahabat)
3.  Dasar syari’at adalah al-qur’an, dan selalu berpegang padanya
4.   Tidak fanatik dalam pemikiran dan menghindari sikap berlebihan
Ibn taimiyah berpendapat bahwa setiap perkataan seseorang boleh diterima, boleh pula ditolak, kecuali ucapan Rasul. Ibn taimiyah mengakui adanya Wali-Allah. Tetapi beliau tidak dapat menerima jika makhluk Allah yang lain menyandarkan pengharanan kepada orang yang dikatakan Wali-Allah itu.

 Dia berpegang kepada hadits:
اِذَااسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللهِ
“Apabila engkau hendak memohon pertolongan, langsunglah minta tolong kepada Allah”
Sebab itu beliau mencela keras orang yang me-“rabitahkan”-kan gurunya atau mengambil wasilah gurunya untuk menyampaikan permhonan.

Sebagi seorang penganut Madzhab Hambali didalam garis kaum sunni, beliau berusaha menegakkan faham salaf. Yaitu kembali kepada kemurnian ajaran Nabi Muhammad SAW dengan tidak dipengaruhi oleh Ta’wil. Ayat-ayat yang disebut “mutasyabih” hendaklah diterima dengan “bila-kaifa”. Menurut ibn taimiyah kita tidak disuruh untuk memikirkan itu, sebab suatu penafsira dalam suatu zaman dapat berubah pada zaman yang lain. Dan pendapat yang terpengaruh pada suatu tempat, juga dapat berubah ditempat yang lain.


Dari uraian diatas, dapat dipahami beberapa karakteristik tasawuf Ibn Taimiyah adalah sebagai berikut:

1.      Purinatis, yaitu merupakan pemurnian dan upaya pengembalian tasawuf ke pangkalnya yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah sekaligus menghilangkan unsur-unsur asing dan menggantikannya dengan muatan-muatan islam otodoks (madzhab salaf).


2.    Aktifis,karena didalamnya diberi muatan-muatan makna dinamis dan aktivis seperti tercermin pada konsep A’mal al-qulub maupun menanamkan sikap positif terhadap dunia.

3.   Populis, karena memandang tasawuf sebagai perpanjangan dari agama yang menjadi kewajiban dari setiap muslim.
Berikut ini adalah pendapat-pendapat Ibnu Taimiyyah yang berhubungan dengan masalah fiqh:
1.                  Kedewasaan sebagai penghapus hak ijbar
Dalam salah satu hadith dikatakan bahwa Nabi Muhammad SAW. bersabda:"الايم احق بنفسها من وليها" . Dari hadith ini, para ulama' di antaranya Daud al-Zhahiri berpendapat bahwa wali mempunyai hak ijbar (memaksa) terhadap anak gadis, dan tidak mempunyai hak ijbar terhadap anak yang sudah janda.
Ibnu Taimiyyah tidak sependapat dengan pandangan di atas yang antara lain dikemukakan oleh imam al-Zhahiri. Menurut Ibnu Taimiyyah. Hak ijbar tidak terletak pada kegadisan dan kejandaan, meskipun dalam hadith secara eksplisit dikatakan janda (al-ayyim), tetapi pada kedewasaan. Oleh karena itu hak ijbar wali akan hilang apabila anak yang akan dinikahkannya sudah dewasa, baik ia masih gadis maupun sudah pernah menikah. Sebaliknya, sekalipun ia pernah menikah tetapi belum dewasa, wali masih memiliki hak ijbar terhadapnya. Kata al-ayyim tidak dipahaminya secara tekstual. Ia memahaminya sebagai kedewasaan berfikir.
2.                  Pengangkatan pemimpin termasuk kewajiban agama
Dalam kitab al-Siya>sah al-Shar'iyyah fi> Is}la>h al-Ra>'i wa al-Ra'iyyah, Ibnu Taimiyyah mengatakan bahwa mengangkat pemimpin merupakan salah satu kewajiban agama. Sebab kemaslahatan manusia tidak akan sempurna kecuali bermasyarakat yang antara satu dengan yang lainnya saling memerlukan. Karena bermasyarakat, manusia wajib menjadikan salah seorang di antara mereka sebagai pemimpin.
Sabda Nabi:
اذاخرج ثلا ثة في سفر فليؤمروا احدهم
Apabila tiga orang keluar dan dalam perjalanan, salah seorang di antara mereka hendaklah diangkat menjadi pemimpin.
Tentang kewajiban tersebut, di samping berlandaskan hadith di atas, Ibnu Taimiyyah juga berdasarkan pada salah salah satu hadith yang berbunyi:
لايحل لثلا ثة يكونون بفلاة من الارض الا امروا عليهم احدهم
Tidak halal bagi tiga orang yang berada dalam satu tempat kecuali salah seorang di antara mereka diangkat menjadi pemimpin.
Ketika mengomentari hadith tersebut, ia berkata,"Nabi Muhammad SAW. mewajibkan mengangkat pemimpin meskipun jumlah penduduk yang dipimpinnya sedikit seperti dalam perjalanan. Itu merupakan tanbi>h bahwa berbagai masyarakat diwajibkan mempunyai pemimpin, karena Allah memerintahkan kita untuk amar ma'ru>f nahi munkar, jihad, menegakkan keadilan, menolong yang teraniaya, dan menegakkan hudu>d. Perintah-perintah tersebut tidak dapat dijalankan secara sempurna kecuali dengan kekuatan dan pemerintahan."
Dalam pandangnnya, pemimpin adalah bayang-bayang atau wakil Tuhan    di bumi. Di samping itu, menurutnya keberadaan pemimpin yang tidak adil lebih maslahat daripada terjadi kekosongan pemimpin.
3.                  Larangan jual beli dengan tujuan ma'siat
Seperti yang kita ketahui bahwa akad akan menjadi sah apabila rukun dan syaratnya terpenuhi. Namun salah seorang yang berakad kadang-kadang menjadikan akad itu sebagai suatu alat untuk kepentingan pribadi yang keluar dari syara', tapi tidak haram, hanya mubah. Apakah akad itu sah karena rukunnya lengkap, yaitu ada ijab dan qabul? Atau tidak sah sebab untuk tujuan yang tidak disyari'atkan?.
Abu Hanifah menganggap akad ini sudah sah, sebab sudah ada ijab dan qabulnya. Niat tujuan yang tidak diperbolehkan menurut syara' sifatnya abstrak, dan hanya Allah yang mengetahui. Pendapat Abu Hanifah ini pun disetujui oleh imam Syafi'i.
Namun menurut imam Ahmad bin Hanbal, akad itu tidak sah meskipun ijab dan qabulnya sudah lengkap, sebab tujuan akad dari jual beli itu sudah diketahui. Pendapat ini disetujui oleh Ibnu Taimiyyah.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, dalam mengambil sebuah keputusan Ibnu Taimiyyah lebih menekankan kepada kemaslahatan umat.

 E.  KESIMPULAN
Dari pemaparan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Ibn Taimiyah merupakan salah satu tokoh sufi yang sangat berpengaruh dan diperhitungkan. Meskipun tidak jarang kritikan-kritikannya mengundang banyak kontrofersi dan beda pendapat bagi sebagian ulama lainnya. Beliau merupakan seorang tokoh penganut madzhab Hambali didalam garis kaum suni yang selalu berusaha menegakkan faham salafi.
Ibn Taimiyah merupakan seorang ulama yang tidak hanya mementingkan akhirat maupun dunia saja, melainkan seimbang antara keduanya. Disamping beliau taat beribadah, beliau juga tidak segan-segan untuk mengangkat senjata ketika ada musuh yang berusaha untuk merebut negaranya.
Ibn Taimiyah adalah sosok seseorang yang pantang  menyerah dan selalu ingin tahu. Ini terbukti pada gairahnya dalam menuntut ilmu, beliau tidak pernah puas dengan ilmu yang sudah didapatnya, melainkan selalu mencari dan mencari lagi.





 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar